Minggu, 26 Desember 2010

Preman Jadi Ulama Besar


Sejak dini, aku hidup sebagai pemabuk, tersesat dan ahli maksiat. Menzalimi manusia, merampas harta orang lain, makan riba dan bahkan menggebuki orang adalah pekerjaan harianku. Tak ada hari dalam hidupku tanpa berbuat zalim terhadap manusia. Nyaris semua bentuk maksiat pernah aku lakukan.. Bahkan terkadang orang-orang yang tinggal di sekitarku ngeri mendegar namaku…
Aku ingin menikah
Pada suatu hari, aku sangat ingin menikah karena merindukan punya anak yang akan menghibur kehidupanku yang amat keras itu. Lalu, aku menikahi seorang gadis di kotaku (Baghdad)dan setelah hampir setahun istrikupun melahirkan seorang bayi wanita yang amat mungil lagi cantik. Bayi itu ku beri nama“Fatimah”.
Entah bagaimana, aku amat mencintai Fatimah, bahkan melebihi orang lain di sekitarku. Semakin Fatimah tumbuh dengan sehat, imanku semakin tumbuh pula dalam hatiku dan maksiat semakin berkurang dalam kehidupanku. Suatu hari, saat aku memegang gelas yang isinya khamar (minuman yang memabukkan), Fatimah melihatnya. Ia mencoba mendekatiku dan menghalangi akau meminum khamar tersebut. Aku tidak tahu kenapa Fatimah bisa melakukan hal itu. Pasti, Allah lah yang membuat Fatimah bisa berbuat seperti itu…
Fatimah semakin besar. Imankupun semakin bertambah dalam hatiku… Setiap aku mendekatkan diri pada Allah satu langkah, maka seperti itu pula aku menjauh dari maksiat. Kondisi seperti itu terus berlanjut sampai Fatimah berusia tiga tahun. Saat memasuki usia tiga tahun, tanpa sebab sakit sedikitpun, Fatimah meninggal dunia….
Kembali mejadi ahli maksiat
Sungguh tak masuk akal… peristiwa “kematian Fatimah” membuatku putus asa dan aku berbalik menjadi preman, lebih sadis dan kejam dari sebelum aku menikah…Aku kehilangan kesabaran yang seharusnya dimiliki oleh orang beriman saat menghadapi ujian. Aku gagal total dalam menghadapi ujian itu…
Kali ini, hidupku kembali sebagai ahli maksiat dan kezaliman. Bahkan lebih dahsyat dari sewaktu aku masih muda. Akhirnya, setan benar-benar berhasil mempermainkan kehidupanku. Sampai pada suatu saat, setan berkata padaka : Hari ini, hari yang paling bahagia bagi kamu. Kamu silahkan mabuk semabuk-mabukknya yang belum pernah terjadi sepanjang hidupmu…
Mimpi hari kiamat
Akupun bertekad untuk mabuk dan minum khamar sebanyak-banyaknya. Sepanjang malam itu kerjaku hanya minum dan minum khamar… Saat aku teler dan kemudian ketiduran, tiba-tiba aku bermimpi. Dalam mimpiku, aku sedang menghadapi sebuah peristiwa besar, yakni kiamat. Matahari tidak lagi memberikan cahayanya ke bumi. Laut berubah menjadi api raksasa.. Di bumi terjadi gempa yang amat dahsyat.. Semua manusia berkumpul di padang mahsyar..Manusia sangat banyak dan hilir mudik bergelombang-gelombang. Aku adalah salah satu di antara mereka.
Tiba-tiba, aku mendengar suara orang yang memanggil Fulan bin Fulan.. Ayo segera menghadap yang Maha Perkasa…Saat itu aku melihat ada orang yang hitam pekat wajahnya karena sangat ketakutan.. Tak lama kemudian, aku mendengar suara memanggil namaku sambil berkata : Ayo, segera kamu menghadap kepada yang Maha Perkasa… Tiba-tiba saja semua manusia sangat banyak itu menghilang dari sekelilingku… Tinggal aku sendiri di tengah padang mahsyar yang amat luas itu.
Saat aku melihat ke suatu arah, tiba-tiba aku melihat ular yang sangat besar dan garang sedang menuju ke arah tempat aku berdiri sambil membuka mulutnya lebar-lebar..Aku lari dan berlari menjauh dari kejaran ular tersebut karena sangat takut, sampailah aku meihat seorang kakek yang sudah sangat lemah.. Lalu aku berkata : Bapak! Tolonglah aku dan selamatkan aku dari ular itu! Sang kakek berkata : Wahai anakku, aku sendiri sangat lemah dan tidak berdaya sama sekali.. Cobalah anda lari ke suatu tempat di sana semoga ada yang bisa membantumu.. Akupun berlari ke arah yang ditunjukkan kakek tersebut dan ular tersebut di belakangku, sedang di hadapanku ada nyala api yang sangat panas..
Saat itu aku berkata dalam diriku, kamu lari dari kejaran ular atau masuk ke dalam api besar itu? Namun aku tetap berlari sedang ular itu semakin menghampiriku.. Aku coba balik lagi ke arah tempat seorang kakek yang menyarankan aku ke suatu tempat itu. Setelah melihatnya, aku berteriak memanggilnya kembali sambil berkata kepadanya: Demi Allah, tolonglah selamatkan aku! Engkau berkewajiban menyelamatkanku… Kakek itu pun menangis karena sedih melihat kondisiku sambil berkata : Aku ini sudah sangat lemah, tidak mampu berbuat apa-apa, seperti yang kamu lihat sendiri. Cobalah lari ke arah bukit sana, semoga kamu selamat..
Akupun berlari sekencang-kencangnya ke arah bukit yang diisyaratkan kakek tersebut…Sedangkan ular besar itu semakin mendekatiku. Setelah mendekati bukit tersebut, aku mendengar riuh suara anak-anak sedang beteriak memanggil anak-ku Fatimah sambil berkata : Fatimah! Selamatkan ayahmu! Selamatkan segera ayahmu!
Tiba-tiba saja Fatimah muncul di hadapanku. Seketika itu pula ketakutanku hilang dan rasa bahagia masuk ke dalam dadaku karena bertemu anakku yang meninggal saat berusia tiga tahun. Aku sangat bahagia karena bertemu anakku dan menyelamatkanku dari kondisi sulit seperti itu.. Lalu Fatimah memelukku dengan tangan kanannya sambil mengusir ular besar itu dengan tangan kirinya. Aku seperti mayat (orang yang sudah mati) tak berdaya karena ketakutan…
Setelah ular itu pergi, Fatimah tiba-tiba duduk di atas pangkuanku persis seperti saat dia masih hidup dulu.. Lalu Fatimah berkata : Wahai ayahanda tercinta! Sudah saatnya orang-orang beriman itu hati mereka khusyuk mengingat Allah.. (QS. Al-Hadid / 57 : 16).
Setelah mendengarkan ucapan Fatimah, aku bertanya padanya : Wahai anakku, apakah gerangan ular besar itu? Lalu Fatimah menjawabnya: Itulah amal kejahatanmu. Dengan kejahatan dan kezaliman, berarti ayahanda sendiri yang membesarkannya dan nyaris ia memakan ayah..Tidakkah engkau tahu wahai ayahku bahwa semua amal yang dilakukan di dunia akan muncul dalam bentuk makhluk tertentu pada hari kiamat nanti? Lak-Laki yang lemah itu, menggambarkan amal sholeh ayah yang tak seberapa.. Engkau sendiri yang melemahkan dan mengerdilkannya sehingga ia menangis melihat kondisimu dan tak mampu berbuat apa-apa padamu.
Kemudian anakku meneruskan ucapannya : Kalaulah bukan engkau sebagai orang tuaku dan kalaulah bukan aku meninggal saat masih suci (anak-anak), tidak ada lagi yang bermanfaat bagimu….
Tobat dan kembali ke pangkuan Allah
Tiba-tiba aku terbangun sambil berteriak…Saatnya ya Allah… Sekarang saatnya aku tobat yaa Robb…Benar, kapan saatnya bagi orang beriman untuk khusyuk hatinya mengingat Allah? Aku berjanji ya Allah…Sekarang juga saatnya…
Setelah fikiranku agak tenang aku mandi. Saat itu persis waktu subuh. Setelah mandi, aku keluar rumah menuju masjid dekat rumahku dengan semangat bertobat dan kembali kepada pangkuan Allah. Saat aku masuk ke masjid, aku mendengar imam sedang membaca ayat persis seperti yang dibaca anakku dalam mimpi :

57:16

Tidakkah sudah tiba saatnya bagi orang-orang beriman untuk khusyuk hati mereka mengingat Allah dan terhadap apa yang yang turun dari kebenaran (Al-Qur’an). Dan janganlah mereka seperti orang-orang ahlul kitab (Yahudi dan Nasrani) sebelumnya, maka lama masanya (mereka durhaka pada Allah), lalu hati mereka jadi keras dan kebanyakan mereka adalah orang-orang fasik. (QS. Al-Hadid/57 :16)
Itulah cerita Malik Bin Dinar sebagaimana yang Beliau ceritakan sendiri. Seorang ulama besar zaman tabi’in (generasi setelah sahabat) yang sebelumnya adalah preman besar. Beliau terkenal dengan kebiiasaannya menangis sepanjang malam sambil berdoa :
Ilahi… Engkau saja yang tahu siapa yang akan menjadi penghuni syurga dan siapa pula yang akan menjadi penghuni neraka.. Yang manakah aku yaa Robb?
Yaa Allah! Jadikanlah aku penduduk syurga dan jangan jadikan aku penghuni nerakamu!
Itulah Malik Bin Dinar. Setelah taubat, beliau belajar Islam dengan sungguh-sungguh sampai menjadi ulama besar di zamannya. Beliau terkenal setiap hari berdiri di pintu masjid sambil berseru :
Wahai hamba yang melakukan maksiat dan dosa, kembalilah kepada Tuhannmu!
Wahai hamba yang masih lalai, kembalilah kepada Tuhanmu!
Wahai hamba yang lari dari Robb (Tuhan Penciptanya), kembalilah kepada-Nya!
Tuhanmu memanggilmu malam dan siang sambil berkata padamu :
Siapa yang datang dan mendekatkan diri kepada-Ku satu jengkal, maka aku akan mendekat padanya satu hasta…
Siapa yang mendekatkan diri pada-Ku satu hasta, maka aku akan mendekat kepadanya satu depa…
Siapa yang datang padaku sambil berjalan, maka Aku akan datang padanya sambil berlari…
Semoga Allah melunakkan hati kita untuk taubat dan segera kembali kepada-Nya… Amin..

Fathuddin Ja’far/ dari berbagai sumber


Bunga Paling Ajaib

1. Rafflesia Arnoldi
http://tjacing.files.wordpress.com/2008/11/3646842-travel_picture-rafflesia_arnoldi_grows_in_taba_penanjung_bengkulu.jpg
Tanaman parasit ini memiliki kelopak terbesar di dunia, yang dapat mencapai garis tengah 1 meter. Bunga ini berwarna cerah, dengan bintik bintik putih.


Bau bunga ini busuk dan memiliki bagian tengah seperti mangkuk yang mampu menampung sekitar 5-6 liter cairan. Bunga ini tidak memiliki daun, batang atau akar sama sekali. Hanya tumbuh menumpang di akar pohon inangnya. Bunga ini ternyata native Indonesia lho!

2. Dracunculus Vulgaris

http://www.thealpinegarden.com/Dracunculus%20vulgaris.jpg
Bunga yang biasanya tampil dengan bau harum, kali ini berbeda sekali. Baunya seperti daging yang busuk terendam di air, dengan bagian tengah bunga yang berwarna hitam keunguan, yang dikelilingi oleh kelopak berwarna kemerahan.
http://www.west-crete.com/flowers/photos/dracunculus_vulgaris-1.jpg

3. Amorphophallus
http://media.arstechnica.com/journals/science.media/amorphophallus_titanum.jpg
Secara harfiah, arti dari kata ini adalah "penis tanpa bentuk". Nama ini berasal dari bagian spadix (bagian tengah bunga) yang tampil seperti bentuk penis yang tegak berdiri.

http://www.jambiexplorer.com/images/bigpics/tnksAmorphophallus-titanumm.jpg

4. Hydnora Africana
http://www.oxford.bcss.org.uk/picture%20gallery/plants/mary/Hydnora%20africana%20at%20Cornel%27s%20Kop.JPG
Bunga dengan warna kulit ini adalah tanaman parasit yang akan menyerang akar tanaman semak di daerah kering di padang pasir Afrika Selatan.

http://www.uphaa.com/uploads/292/Hydnora_africana-SC-6.jpg
Bunga yang mekar dengan bau menyengat ini memang bertujuan untuk menarik serangga, terutama kumbang yang biasanya memakan bangkai hewan busuk.

Sungai Bawah Laut Meksiko

Sungai Bawah Laut Meksiko

http://1.bp.blogspot.com/_kVYD45GzAlE/SwaB6REzZMI/AAAAAAAAAQ0/glU5UXN894g/s1600/61542.jpg

Sungai Bawah Laut Meksiko

Sungai Bawah Laut

http://2.bp.blogspot.com/_kVYD45GzAlE/SwaB1YxQ9OI/AAAAAAAAAQk/txpP6srxgpo/s1600/67403.jpg

Tentara Langit di Karbala

Sudah lama aku ingin mengetahui kisah tentang dua orang wangi-wangian Rasulullah, Hasan dan Husein.
“Tentara Langit Karbala: Epik Suci Cucu Sang Nabi”, salah satu dari sedikit (mungkin) buku yang khusus menceritakan peristiwa itu. Buku yang minimalis (225 halaman) ini ditulis oleh Khalid Muhammad Khalid, seorang penulis termasyur sejarah keluarga dan sahabat Nabi, juga seorang politisi jebolan Univ Al Azhar Kairo, seorang yang lembut hati tapi berpendirian, yang wafat pada tahun 1996.
Awalnya buku yang diterbitkan oleh Mizania ini terasa agak sulit memahaminya, karena terjemahannya bergaya bahasa arab. Tapi semakin kebelakang, semakin menguras air mata…

Peristiwa Karbala dimulai dari perbedaan model pemikiran Bani Hasyim (ahlul bait Nabi) dengan Bani Umayyah (keturunan Abu Sufyan). Bani Hasyim melihat agama sebagai agama, kenabian, petunjuk dan cahaya penerang. Sebaliknya Bani Umayyah melihat agama sebagai kerajaan, kekuasaan dan kedaulatan.

Ketika Ali ibn Abi Thalib wafat, maka putra tertuanya Hasan ibn Abi Thalib mendapatkan baiat dari kaum muslimin untuk menggantikan menjadi khalifah (jadi bukan karena wasiat ayahnya). Hasan menerimanya dengan penuh keterpaksaan. Sesunggguhnya beliau tak pernah menginginkan kekuasaan. Tapi ada satu golongan dari kubu Muawiyah (putra Abu Sufyan) yang menolak pembaiatan itu. Dia menginginkan kursi khalifah jatuh ditangannya (pada saat pemerintahan Usman bin Affan, sudah mulai dihembuskan isu dan fitnah, bahwa keluarga Ali mengejar kursi kekhalifahan, padahal, Ali-lah yang termasuk orang pertama yang memberikan baiat pada Usman bin Affan, begitu ketika perang, Usman wafat, Hasan dan Husein menghadap ayahnya dengan berlumuran darah, tapi sang ayah marah dan berkata, “mengapa kalian tidak mati dalam melindunginya?” )
Karenanya Hasan yang lembut hati dan menyukai perdamaian berniat untuk menyerahkan saja kursi kekhalifahjan kepada Muawiyah, tapi 40.000 pasukan tempur siap membelanya, menolak niat Hasan tersebut (Husein pun menolak niat saudaranya). Maka, dua kubu berdiri siap untuk bertempur. Tapi Hasan tidak tahan membayangkan pertumpahan darah dan perang saudara yang akan terjadi, beliau berdiri ditengah dan mempersembahkan kursi kekhalifahan pada Muawiyah dengan beberapa perjanjian. Diantaranya adalah Muawiyah tidak boleh mengangkat penggantinya kelak, semuanya harus dikembalikan kepada kaum muslimin.
Selanjutnya Muawiyah pulang ke Syam, ke istananya yang megah, sedangkan Hasan Husein kembali ke Madinah. Muawiyah menjadi pemimpin yang bengis dan zalim, sementara makin banyak kaum muslimin yang mengikuti pengajian yang ditegakkan Hasan Husein. Mereka berdua semakin dicintai kaum muslimin. Kondisi ini membuat dengki Muawiyah, sehingga salah seorang istri dari keluarga Abu Sufyan meracuni Hasan. Hasan wafat dan tidak diizinkan Muawiyah untuk dimakamkan disebelah Rasulullah, akhirnya beliau dimakamkan di Baqi’.

Muawiyah mengangkat gubernurnya di Bashrah, yaitu Ziyad. Ziyad dijadikannya sebagai orang yang sangat keras dan kejam. Sementara ia sendiri mulai bersandiwara sebagai orang yang lemah lembut. Sampai di akhir hayatnya ia mengangkat Yazid anaknya (seorang yang sangat jauh dari cakap, suka berfoya foya, berjudi dan mabuk mabukan), untuk menggantikan kedudukannya, sekaligus melupakan perjanjiannya dengan Hasan ibn Ali.
Berita itu disampaikan sekaligus dimintakan baiatnya oleh Marwan, gubernur Madinah. Tentu saja ditolak keras oleh Husein ibn Ali, Abdurrahman ibn Abu Bakar, Abdullah ibn Umar dan Abdullah ibn Zubair. Dan yang paling keras diantara mereka berempat itu adalah Abdullah ibn Zubair, dialah yang diwasiatkan Muawiyah kepada Yazid untuk mencincangnya jika ia dapat ditaklukkan.
Yazid meminta pertolongan Marwan untuk mengalahkan pengaruh mereka berempat. Marwan (yang nanti dia dan keturunannya akan menggantikan Yazid, -dan diberitakan, raja raja keturunannya tak ada yang layak disucikan kecuali Umar ibn Abdul Aziz r.a-)

Sejak wafatnya Hasan, Husein ibn Ali pergi ke Makkah untuk mencari keamanan dan perlindungan, beliau disertai dua saudarinya, Zainab dan Ummu Kultsum, saudaranya Abu Bakar, Abbas dan Ja’far, juga putra saudara-saudara kandungnya Hasan ibn Ali.
Suatu ketika rakyat Kufah mengirim surat kepada beliau, berisi ajakan agar datang kepada mereka untuk mendapatkan baiat dan menolak kesewang-wenangan yang dialami umat dengan naiknya Yazid. Husein mengirimkan utusan menuju Kufah, yaitu Musallam ibn Uqail ibn Abu Thalib untuk melihat kesungguhan rakyat Kufah. Mata-mata Yazid mengetahui hal tersebut, tapi gubernur Kufah saat itu Nu’man menolak memerangi utusan Husein, sehingga ia kemudian dicopot dan digantikan oleh Abdullah ibn Ziyad penguasa Bashrah. Ibn Ziyad mewarisi kekejian ayahnya, ia juga membunuh utusan Husein yang datang ke Bashrah untuk mengajak rakyat Bashrah melakukan perlawanan.
Ibn Ziyad memasuki Kufah secara diam diam, tapi secara unik dapat diketahui oleh Musallam ibn Uqail, namun, Musallam tidak melakukan penyergapan terhadap ibn Ziyad, karena sebagai seorang mukmin, Rasululullah melarang melakukan tipu daya dan membunuh dengan menyergap.
Musallam berhasil mendapatkan simpati dan baiat rakyat Kufah yang telah lama merindukan Husein, beliau mengirim surat kepada Husein untuk segera datang ke Kufah. Namun, dengan tipu daya licik dari Ibn Ziyad, justru Musallam yang disergap dan dipenggal kepalanya oleh ibn Ziyad.
Husein belum mengetahui hal ini, hingga beliau mempersiapkan keberangkatannya bersama seluruh keluarganya. Beliau mengirim utusan kepada rakyat Kufah memberitahukan kedatangannya, orang tersebut adalah Qais. Sementara kaum muslimin beserta sahabat sahabat Husein, berusaha menghentikan tekad Husein untuk datang ke Kufah, mereka memiliki firasat bahwa Husein akan mengalami peristiwa yang buruk, tapi tekad Imam Husein sudah bulat. Andai saja Yazid ibn Muawiyah adalah seorang yang cakap, pintar dan berakhlak mulia, maka ia-lah orang pertama yang memberikan baiatnya, namun kondisinya adalah kebalikan dari semua itu, jika tidak dilawan sekarang, bagaimanakah pertanggungjawabannya sebagai ahlul bait yang tersisa dihadapan Allah, jadi bukan karena kekuasaan ia berperang. Husein tidak akan mebiarkan agama Allah dan hak manusia menjadi permainan di tangan Yazid.
Husein merasa bertanggung jawab terhadap seluruh keluarga besarnya, karenanya ia membawa serta seluruh keluarganya menuju Kufah (ia tidak menyangka keadaan di Kufah sudah sepenuhnya dikuasai ibn Ziyad).
Dalam perjalanan menuju Kufah, Husein bertemu dengan rombongan Zuhair ibn Qiyan yang sedang melakukan perjalanan. Husein membisikkan kata-kata “apakah Zuhair ingin memperoleh surga sekarang ataukah nanti?”, maka Zuhair pun bergabung dengan rombongan Husein, sedangkan keluarganya disuruh kembali ke kampung halaman.
Ditengah perjalanan, akhirnya Husein memperoleh kabar tentang keadaan semua utusan yang diperintahkannya ke Kufah dan Bashrah, namun Husein dan rombongan sudah bertekad bulat untuk menepati janjinya pada undangan rakyat Kufah.

Ibn Ziyad mengisolasi rakyat Kufah, dan mengutus pasukan untuk mencegat rombongan Husein, pasukan tersebut dipimpin oleh Al- Hurr ibn Yazid Al-Tamimi. Pasukan ini berhasil menemukan Husein, namun keadaan pasukan sangat haus menahan panas, mereka hampir mati lemas, dan melihat hal tersebut, Imam Huseien menyuruh sahabatnya memberikan air kepada pasukan tersebut. Mereka shalat berjamaah, dan berbincang bincang. Perbincangan sampailah pada maksud pasukan untuk membawa Husein dan rombongan ke hadapan Ibn Ziyad, tentu saja Husein menolak mentah mentah. Pasukan yang telah ditolong sebelumnya itu pun mulai menghalang halangi kepergian rombongan Husein, mereka dicegat kesana kemari, bahkan menuju mata air. Pasukan membiarkan rombongan Husein kehausan, sementara sebelumnya mereka justru ditolong..Husein pun marah dan mengumumkan perang terhadap pasukan (karena dalam rombongan Husein juga terdapat anak kecil yang sedang sakit, hingga sangat membutuhkan air). Namun Al-Tamimi menolak perang, ia hanya ditugaskan menahan Husein, bukan memeranginya oleh ibn Ziyad, demikian ia berkata.
Ketika Husein dipuncak amarahnya, ia bertanya, apa nama tempat dimana mereka sekarang berada, mereka menjawab “Karbala”, maka sirnalah harapan Husein, ia gelisah dan putus asa, disinilah, tempat inilah yang sudah diramalkan oleh kakeknya Rasulullah saw, ayahnya Ali ibn Abi Thalib r.a, sebagai akhir dari perjalanannya….
Namun, Imam Husein merenung dan mengingat ingat kembali apa yang telah diajarkan kakeknya yang mulia, “Bagi Allahlah segala urusan, sebelumnya dan sesudahnya”. “Katakanlah, tidak akan menimpa kita kecuali apa yang telah ditentukan Allah terhadap kita”. Akhirnya beliau bangkit, mendirikan tenda dan mengurus keluarganya dengan penuh kasih sayang dan kesabaran, beliau bangkit dengan penuh keagungan.

Diceritakan di halaman 155, Ibn Ziyad memiliki penasihat dalam kekejiannya, ialah titisan ruh jahat yang buruk rupa dan buruk budi yang bernama Syimr ibn Dzil Jun.
Ibn Ziyad melakukan perbuatan keji dalam memaksa rakyat Kufah memerangi Husein, kepala mereka yang tidak mau tunduk dipenggal dan digelindingkan dipasar, sehingga banyak yang terpaksa mengikutinya. Salah satunya adalah pemimpin 4000 pasukan, Umar ibn Saad. Tetapi akhirnya ia takluk akan kekuasaan yang dijanjikan padanya. Umar ibn Saad meminta Husein untuk menemui Ibn Ziyad dan memberi baiat pada Yazid, sehingga ia tak perlu berperang melawan cucu Rasulullah, namun, Husein menolak, (berdasarkan kesaksian ‘Uqbah ibn Sam’an, salah satu dari 2 sahabat Husein yang selamat)
Husein meminta pengunduran perang, agar wanita dan anak anak dapat kembali ke Makkah. Ia juga mengumumkan kepada rombongannya untuk pergi meninggalkan dirinya sendiri, karena yang diinginkan Yazid hanyalah dirinya, dia tak ingin 72 pengikutnya ikut binasa. Tapi tak seorangpun yang pergi, mereka berikrar akan hidup dan mati bersama Husein (diceritakan dengan penuh haru di hal 170-172).

Diceritakan juga di hal 173 : Husein berdiri menyiapkan pasukannya. Dia tempatkan Zuhair ibn Qiyan disebelah kanan dan Habib ibn Mazhhar disebelah kiri. Dia berikan panji kepada saudaranya yang bernama Al-Abbas ibn Ali. Para pemuda dari ahlul bait maju ke depan untuk mengambil posisi di barisan pertama. Dengan serentak mereka didorong oleh para pendukung Husein dengan mengatakan,
“Ma’adzallah, kalian mati duluan, sedangkan kita masih hidup dan menyaksikan kematian kalian. Kita harus lebih dulu, barulah kemudian kalian”
Begitulah, 4000 melawan 72 orang. Yang lebih mengherankan lagi, mereka keluar melakukan kejahatannya usia shalat Subuh bersama pimpinannya, apakah mereka benar-benar shalat? Apakah mereka membaca shalawat kepada Muhammad dan keluarga Muhammad diakhir shalat mereka?
Pertempuran hampir mulai, (hal 175), terjadilah peristiwa menakjubkan, ketika Al-Hurr ibn Yazid Al-Tamimi turun dari kudanya disisi ibn Saad, datang dan merangkul Husein dengan air mata yang mengalir, ia bertobat dan berkata pada ibn Saad, “perangi juga aku bersamanya (Husein)”..
Panah pertama dilepaskan oleh Umar ibn Saad, pemimpin pasukan ibn Ziyad, sebagai pertanda dimulainya pertempuran. Dari barisan para pahlawan tampak maju Abdullah ibn Umar Al-Kalibi, yang datang terbirit birit bersama istrinya dari Kufah menyusul Husein.
Ada kejadian yang mengharukan, ketika ia terluka parah, istrinya menyusul di medan laga untuk melindungi suaminya, tapi sang suami malah mendorongnya menyuruh kembali ke tenda. Sang istri tak mau mematuhi, ia ingin masuk surga bersama sama suaminya, kejadian itu berlangsung berkali kali, sehingga menarik perhatian Husein, dan dengan lembut memerintahkannya kembali ke tenda. Namun, ketika akhirnya suaminya syahid, istrinya kembali ke pertempuran untuk melindungi jasad suaminya agar tidak dipenggal para durjana yang sengaja berniat tidak hanya membunuh, tapi juga memenggal. Apa daya, sang istri ikut syahid ketika orang terlaknat benci melihat adegan tersebut, Syimr ibn Dzil Jun datang dari belakang dan memenggal keduanya…
Kemudian tampak juga Urwah ibn Qais gugur sebagai syuhada.
Pertempuran dasyat dan penuh gagah berani sekaligus diikuti para pahlawan yang syahid diceritakan di hal 177-185. Pasukan ibn Ziyad melepaskan pasukan panah, kemudian membakar tenda perkemahan rombongan Husein, sehingga para pahlawan dikepung dimana mana.
Ketika tengah hari, Husein meminta perang dihentikan untuk sholat, anehnya, ibn Ziyad sholat juga beserta pasukannya.
Pendukung Husein tinggal sedikit, tapi para pahlawan yang tersisa sekali lagi mendatangi Husein, merangkul beliau saling menguatkan, tekad mereka semakin kuat. Lihatlah Hanzhalah ibn Sa’ad Al-Syami, Saifullah ibn Al-Haris dan saudaranya bernama Malik, Abdullah ibn Urwah dan saudaranya. Mereka selalu mengelilingi dan melindungi Husein.
Begitu juga Syaudzab, Abbas ibn Abu Syabib, Nafi’ ibn Hilal al-Bujali, Suwaid ibn Abu Al-Mutha’ dan lain lain berperang dengan penuh keberanian. Tidak cukup kata untuk merangkumnya, tak mampu bahasa untuk merangkainya.
Kemudian keluarga Husein maju ke depan, mereka seolah mencium bau wangi kakek mereka, nenek dan paman paman mereka terdahulu telah menanti di pintu surga. Orang pertama adalah Ali ibn Husein, baru berumur 19 tahun ketika harus syahid. Sang ayah memuji Tuhannya ketika menggendong putranya dan meminta saudarinya Zainab untuk menjaga jasad tersebut agar tidak dipenggal. Zainab tak kuasa menahan sedihnya melihat ranum remaja itu akhirnya gugur. Husein melihat itu, dan dengan penuh kasih sayang dimintanya Zainab untuk bersabar dan kembali ke tenda yang tersisa, sedangkan ia sendiri kembali ke pertempuran.
Selanjutnya adalah adegan kesyahidan dari ahlul bait yang tersisa, Ubaidillah ibn Ali ibn Abu Thalib, Ja’far, Ustman, Muhammad Al-Asgar, Abu Bakar dan Al-Abbas ibn Ali yang terkenal dengan ketampanannya, sehingga dijuluki ‘rembulan Quraisy’.

Putra putra Hasan dan Husein maju semua, Abu Bakar ibn Husein, Abdullah ibn Husein, dan Qasim ibn Hasan. Begitu juga putra Ja’far ibn Ali ibn Abu Thalib, Muhammad dan Abdullah, Putra putra Uqail ibn Abu Thalib; Abdullah Al-Akbar, Abdullah Al-Ashgar dan Ja’far. Putra putra Musallam yang dibunuh ibn Ziyad di Kufah, yaitu Muhammad dan Abdullah. Sebagaimana Muhammad ibn Abu Said ibn Uqail, mereka semua maju ke medan laga.

Bocah kecil, anak termuda pada saat itu, Al-Qasim ibn Hasan keluar dengan pedang terhunus, tapi tak bertahan lama, demi melihat itu, pembunuhnya segera dikejar Husein, lalu digendongnya putra saudaranya tersebut sambil berlinang air mata menyesali tak dapat menolongnya..
Hingga…tibalah waktunya Imam Husein sendirian…para pembunuh mengelilinginya, tapi tak mampu berbuat menyerang orang mulia itu, mereka hanya diam dengan hati gentar akan dosa…sampai datanglah manusia terlaknat, Syimr ibn Dzil Jun, mengomando mereka untuk memenggal Husein. Mereka bergerak maju sampai dikejutkan suara bocah kecil dari tenda yang datang dengan pedang terhunus, Abdullah ibn Hasan..tak lama, ia pun syahid, diusung oleh Husein dijaga oleh Zainab dengan hati kelu…
Ia berteriak pada Ibn Saad, untuk menggunakan nuraninya, Ibn Saad menangis tapi tak mampu menghentikan langkahnya, tak mampu menghalangi Syimr memenggal kepala Husein in Abi Thalib…orang mulia itu telah syahid….
Pertempuran berakhir sore hari, saat halilintar menggelegar dengan keras sibuk menyambut ruh ruh suci para syuhada dan hujan membasahi padang karbala, mengalirkan darah darah suci kemana mana…

Ada dua yang tersisa dari Ahlul bait, Zainab binti Ali bin abi Thalib, putri Fatimah binti Rasulullah..dan bocah kecil yang sakit, Ali ibn Husein Al-Ashghar. Mereka digiring menuju Ibn Ziyad, tapi dengan dada membusung penuh kehormatan. Mereka menjawab telak pertanyaan membalikkan ejekan ejekan yang dilontarkan Ibn Ziyad, sampai Ibn Ziyad menjadi kecut. Hampir Ali dibunuhnya, namun Zainab melindungi. Suatu saat kita akan mengenal nama besar ahlul bait yang tersisa ini, ‘Ali Zainal Abidin’.
Kejadian yang sama terulang di depan Yazid, tuan mereka, Yazid tak mampu berkata kata, bahkan melarikan diri dari hadapan Zainab dan Ali.
Peristiwa Karbala menyulut kemarahan kaum muslimin, mereka bersatu melakukan pemberontakan besar besaran di Makkah dan Madinah, Yazid dan pengikutnya mati secara terhina…
“Sesungguhnya makar Allah lebih dashyat…”

Sayangnya, beberapa orang dalam memahami peristiwa Karbala menjadi sesat dengan diperingatinya tanggal 10 Muharam dengan menyakiti diri mereka sendiri, berusaha menghayati kejadian yang dialami Imam Husein di Karbala pada waktu itu. Apakah kita harus begitu? Bukankah Allah melarang menyakiti diri sendiri? Mengapa kita tidak meneruskan perjuangan para syuhada dengan meluruskan ajaran Nabi tercinta? Meletakkannya kembali pada jalan yang dituntun oleh Al-Qur’an dan hadisnya? Paling tidak, pada diri kita sendiri…Wallahualam…

Sabtu, 25 Desember 2010

photos
photos
Peristiwa Menakjubkan dalam Hidup Umar bin Abdul Aziz


Lembaran hidup khalifah yang ahli ibadah, zuhud dan khalifah rasyidin yang kelima ini lebih harum dari aroma misk dan lebih asri dari taman bunga yang indah. Kisah hidup mengagumkan laksana taman  yang harum semerbak, di mana pun Anda singgah di dalamnya yang ada hanyalah suasana yang sejuk di hati, bunga-bunga yang elok dipandang mata dan buah-buahan yang lezat rasanya.

Meski kami tak sanggung memaparkan seluruh perjalanan hidup beliau yang tercatat dalam sejarah, namun tidak menghalangi kami untuk memetik setangkai bunga di dalam tamannya, atau mengambil sebagian cahayanya sebagai lentera. Karena “mala yudraku kulluhu laa yutraku ba’dhuhu”, apa yang tidak bisa diambil seluruhnya janganlah ditinggalkan sebagian yang dapat diambil.

Saya mengajak Anda untuk berbagi cerita tentang Umar bin Abdul Aziz dalam tiga peristiwa. Adapun peristiwa yang lain akan saya lanjutkan pada kitab selanjutnya jika Allah memberi kemudahan, insyaAllah.

Kisah pertama yang mengesankan diriwayatkan oleh Salamah bin Dinar, seorang alim di Madinah, qadhi dan syaikh penduduk Madinah. Beliau menuturkan kisahnya, suatu ketika aku menemui khalifah muslimin Umar bin Abdul Aziz tatkala beliau berada di Khunashirah, tempat pemerahan susu. Sudah lama saya tidak berjumpa dengan beliau. Saya mendapatkan beliau berada di depan pintu. Pertama kali memandang, saya sudah tidak mengenali beliau lagi lantaran banyaknya perubahan fisik pada diri beliau dibandingkan dengan tatkala betemu dengan saya di Madinah. Saat di mana beliau menjadi gubernur di sana. Beliau menyambut kedatanganku dan berkata:

Umar, “Mendekatlah kepadaku wahai Abu Hazim!”

Aku, (Akupun mendekat), “Bukankah Anda amirul mukminin Umar bin Abdul Aziz?”

Umar, “Benar!”

Aku, “Apa yang menyebabkan Anda berubah? Bukankah wajah dahulu tampan? Kulit Anda halus? Hidup serba kecukupan?”

Umar, “Begitulah, aku memang telah berubah!”

Aku, “Lantas apa yang  menyebabkan Anda berubah padahal Anda telah menguasai emas dan perak dan Anda telah diangkat menjadi amirul mukminin?”

Umar, “Memangnya apa yang berubah pada diriku wahai Abu Hazim?”

Aku, “Tubuh begitu kurus dankering, kulit Anda yang menjadi kasar dan wajahmu yang menjadi pucat, bening kedua matamu yang telah redup.”

Tiba-tiba saja beliau menangis dan berkata:

Umar, “Bagaimana halnya jika engkau melihatku setelah tiga hari aku di dalam kubur, mungkin kedua mataku telah melorot di pipiku…perutku telah terburai isinya…ulat-ulat tanah menggrogoti sekujur badanku dengan lahapnya. Sungguh jika engkau  melihatku ketika itu wahai Abu Hazim, tentulah lebih tak mengenaliku lagi dari hari ini. Ingatkah Anda tentang suatu hadits yang pernah Anda bacakan kepadaku sewaktu di Madinah wahai Abu Hazim?”

Aku, “Saya telah menyampaikan banyak hadits wahai amirul mukminin, lantas hadits manakah  yang Anda maksud?”

Umar, “Yakni hadits yang diriwayatka oleh Abu Hurairah.”

Aku, “Benar, aku masih mengingatnya wahai amirul mukminin.”

Umar, “Ulangilah hadits itu untukku, karena saya ingin mendengarnya dari Anda!”

Aku, “Saya telah mendengar Abu Hurairah berkata, “Aku mendengar Rasulullah saw. bersabda, ‘Sesungguhnya di hadapan kalian terhampar rintangan yang terjal, sangat berbahaya, tidak ada yang mampu melewatinya dengan selamat melainkan orang  yang kuat’.”

Lalu menangislah Umar dengan tangisan yang mengarukan, saya khawatir jika tangisan itu memecahkan hatinya. Kemudian beliau mengusap air matanya dan menoleh kepadaku seraya berkata, “Apakah Anda sudi menegurkan wahai Abu Hazim bila aku berleha-leha mendaki rintangan yang terjal tersebut sehingga aku berhasil menempuhnya? Karena aku khawatir jika tidak mampu menempuhnya.”

Kisah kedua dalam kehidupan Umar bin Abdul Aziz diangkat sebagai khalifah beliau menulis surat untuk Sulaiman bin Abi As-Sari, gubernur beliau di Shugdi yang isinya, “Buatlah pondok-pondok di negerimu untuk menjamu kaum muslimin. Jika salah seorang diantara mereka lewat, maka jamulah ia sehari semalam, perbaguslah keadaannya dan rawatlah kendaraannya. Jika dia mengeluhkan kesusahan, maka perintahkan pegawaimu untuk menjamunya selama dua hari dan bantulah ia keluar dari kesusahannya. Jika ia tersesat jalan, tidak ada penolong baginya dan tidak ada kendaraan  yang bisa ditunggangi, maka berikanlah kepadanya sesuatu yang menjadi kebutuhannya hingga ia bisa pulang ke tempat asalnya.”

Gubernur Sulaiman segera melaknsanakan titah amirul mukminin. Dia membangun pondok-pondok sebagaimana yang diperintahkan amirul mukminin untuk disediakan bagi kaum muslimin. Lalu berita tersebut tersebar di segala penjuru. Orang-orang di belahan bumi Islam di Barat dan di Timur ramai membicarakannya dan menyebut-nyebut keadilan dan ketakwaan khalifah.

Hingga sampai pula kabar itu kepada penduduk Samarkand. Mereka tidak menyia-nyiakan kesempatan itu. Mereka mendatangi gubernur Sulaiman bin As-Sari dan berkata, “Sesungguhnya pendahulu Anda yang bernama Qutaibah bin Muslim Al-Bahili telah merampas negeri kami tanpa mendakwahi kami terlebih dahulu. Dia tidak sebagaimana yang kalian lakukan –wahai kaum muslimin-  yakni menawarkan pilihan sebelum memerangi. Yang kami tahu, kalian menyeru musuh-musuh agar mau masuk Islam terlebih dahulu. Jika mereka menolak, kalian menyuruh mereka untuk membayar jizyah, jika mereka menolaknya baru kalian memberikan ultimatum perang.

Sekarang, kami melihat keadilan khalifah Anda dan ketakwaannya. Sehingga kami berhasrat untuk mengadukan perlakuan pasukan kalian kepada kami. Dan kami meminta tolong kepada kalian atas apa yang telah dilakukan salah seorang panglima perang kalian terhadap kami. Maka ijinkanlah wahai amir agar salah satu di antara kami melaporkan hal itu kepada khalifah Anda untuk mengadukan kezhalimah yang telah kami rasakan. Jika kami memang memiliki hak untuk itu maka berikanlah untuk kami, namun jika tidak, kami akan pulang kembali ke asal kami.”

Gubernur Sulaiman mengijinkan salah satu di antara mereka menjadi duta untuk menemui khalifah di Damaskus. Ketika utusan tersebut sampai di rumah khalifah dan mengadukan persoalan mereka kepada khalifah muslimin Umar bin Abdul Aziz, maka khalifah menulis surat untuk gubernur Sulaiman bin As-Sari yang antara lain berisi:

“Amma ba’du..Jika surat saya ini tela sampai kepada Anda, maka tunjuklah seorang qadhi untuk penduduk Samarkand yang akan mempelajari aduan mereka. Jika qadhi itu telah memutuskan bahwa kebenaran di pihak mereka, maka perintahkanlah kepada seluruh pasukan kaum muslimin untuk meninggalkan kota mereka. Ajaklah kaum muslimin yang telah tinggal bersama mereka untuk segera kembali ke negeri mereka. Lalu pulihkanlah situasi seperti semula sebagaimana tatkala kita belum memasukinya. Yakni sebelum Qutaibah bin Muslim Al-Bahili masuk ke negeri mereka.”

Sampailah utusan itu kepada Sulaiman lalu dia serahkan surat sarat dari amirul mukminin kepada beliau. Gubernur segera menunjuk seorang qadhi yang terkemuka yang bernama Jumai’ bin Hadhir An-Naaji. Beliau segera mempelajari aduan mereka, beliau meminta agar mereka menceritakan hal ihwal mereka. Juga mendengar kesaksian dari beberapa saksi dari pasukan muslim dan pemuka penduduk Samarkand, maka sang qadhi membenarkan tuduhan penduduk Samarkand dan pengadilan memenangkan pihak mereka.

Sejurus kemudian, gubernur memerintahkan kepada seluruh pasukan kaum muslimin untuk meninggalkan kota Samarkand dan kembali ke markas-markas mereka. Namun tetap bersiap siaga berjihad pada kesempatan yang lain. Mungkin akan kembali memasuki  negeri mereka dengan damai, atau akan mengalahkan mereka dengan peperangan, atau bisa jadi pula bukan takdirnya untuk menaklukkan mereka.

Tatkala para pembesar mendengar keputusan sang qadhi yang memenangkan urusan mereka, masing-masing saling berbisik satu sama lain, “Celaka kalian, kalian telah hidup berdampingan dengan kaum muslimin dan tinggal bersama mereka, sedangkan kalian  mengetahui kepribadian, keadilan dan kejujuran mereka sebagaimana yang kalian lihat, mintalah agar mereka tetap tinggal bersama kita, bergaullah kepada mereka dengan baik, dan berbahagialah kalian tinggal bersama mereka.”

Tinggallah peristiwa yang ketiga yang dialami oleh Umar bin Abdul Aziz. Kisah ini dikisahkan oleh Ibnu Abdil Hakam kepada kita di dalam kitabnya yang berharga “Siirah Umar bin Abdul Aziz” (perjalanan hidup Umar bin Abdul Aziz). Beliau berkata:

“Menjelas wafatnya Umar, masuklah Maslamah bin Abdul Malik dan berkata, ‘Wahai amirul mukminin sesungguhnya Anda melarang anak-anak Anda mendapatkan harta yang ada ini. Maka alangkah baiknya jika Anda mewasiatkan kepadaku atau orang yang Anda percaya di antara keluarga Anda.’ Ketika dia telah selesai berbicara, Umar berkata, “Tolong dudukkanlah saya!” maka mereka pun mendudukkan beliau, lalu beliau berkata, “Sungguh aku  mendengar apa yang Anda katakan wahai Maslamah, adapun perkataanmu  bahwa saya menghalangi anak-anak untuk mendapat bagian harta, maka sebenarnya demi Allah aku tidak menghalangi sesuatu yang menjadi hak mereka. Namun saya tidak berani memberikan harta yang memang bukan  hak mereka. Adapun yang kau katakan, “alangkah baiknya jika Anda mewasiatkan kepadaku atau orang yang Anda percaya di antara keluarga Anda (untuk menanggung) anak-anak Anda”, maka sesungguhnya wasiatku untuk anak-anakku hanyalah Allah yang telah menurunkan Al-Kitab dengan benar, Dia-lah yang melindungi orang-orang shaleh. Ketahuilah wahai Maslamah! Bahwa anak-anakku hanyalah satu diantara dua kemungkinan, apakah dia seorang yang shalih dan bertakwa sehingga Allah akan mencukupi mereka dengan karunia-Nya dan Dia menjadikan jalan keluar bagi kesulitan mereka. Ataukah dia anak durhaka yang berkubang dengan maksiat, sedangkan sekali-kali saya tidak mau menjadi orang yang membantu mereka dengan  harta untuk bermaksiat kepada Allah.” Setelah itu beliau berkata, “Panggillah anak-anakku kemari!”

Maka dipanggillah anak-anak amirul mukminin yang berjumlah belasan anak. Begitu melihat mereka meneteslah air mata beliau seraya berkata, “Aku tinggalkan mereka dalam keadaan miskin tak memiliki apa-apa.” Beliau menangis tanpa bersuara kemudian menoleh ke arah mereka dan berkata, “Wahai anak-anakku, aku telah meninggalkan kepada kalian kebaikan yang banyak. Sesungguhnya ketika kalian melewati seorang muslim atau ahli dzimmah mereka melihat bahwa kalian memiliki hak atas mereka. Wahai anak-anakku, sesungguhnya di hadapan kalian terpampang dua pilihan. Apakah kalian hidup berkecukupan namun ayahmu masuk neraka, ataukah kalian dalam keadaan fakir namun ayahmu masuk surga. Saya percaya bila kalian lebih memilih jika ayah kalian selamat dari neraka daripada kalian hidup kaya raya.”

Beliau memperhatikan mereka dengan pandangan kasih sayang seraya berkata, “Berdirilah kalian, semoga Allah menjaga kalian, berdirilah kalian, semoga Allah melimpahkan rezeki kepada kalian…” Lalu Maslamah menoleh kepada beliau dan berkata:

Maslamah, “Saya memiliki sesuatu yang lebih baik dari itu wahai amirul mukminin!”

Umar, “Apakah itu wahai Maslamah?”

Maslamah, “Saya memiliki 300.000 dinar…saya ingin menghadiahkan kepada Anda lalu bagilah untuk mereka, atau sedekahkanlah jika Anda menghendaki.”

Umar, “Apakah engkau ingin yang lebih baik lagi dari usulmu itu wahai Maslamah?”

Maslamah, “Apakah itu wahai amirul mukminin?”

Umar, “Engkau kembalikan dari siapa barang itu diambil, karena kamu tidak memiliki atas barang tersebut.”

Maka meneteslan air mata Maslamah seraya berkata,

Maslamah, “Semoga Allah merahmati Anda wahai amirul mukminin tatkala hidup ataupun sesudah meninggal… sungguh Anda melunakkan hati yang keras di antara kami, mengingatkan yang lupa di antara kami, Anda akan senantiasa menjadi peringatan bagi kami.”

Sejak peristiwa itu, orang-orang mengikuti berita tentang anak-anak Umar sepeninggal beliau. Maka mereka melihat tak seorang pun di antara mereka yang hidup miskin dan meminta-minta. Sungguh benar firman Allah Ta’ala:

“Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap kesejahteraan mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan  perkataan yang benar.”

Ditulis oleh Dr. Abdurrahman Ra'fat Basya   
Kamis, 09 Desember 2010 19:06


Diadaptasi dari Dr. Abdurrahman Ra’fat Basya, Shuwaru min Hayati at-Tabi’in, atau Mereka Adalah Para Tabi’in, terj. Abu Umar Abdillah (Pustaka At-Tibyan, 2009), hlm. 219-228.

Minggu, 12 Desember 2010


Mempersiapkan Kematian yang Indah

Kehidupan diciptakan Tuhan

Tuhan telah menciptakan langit dan bumi. Di atas langit terdapat milyaran kehidupan. Sebagian ada yang batin [tidak terlihat], sebagian ada yang zahir [terlihat]. Di bumi juga terdapat milyaran kehidupan. Sebagian ada yang batin, sebagian ada yang zahir. Siklus kehidupan di atas langit amatlah menakjubkan. Matahari beredar dengan sempurna. Bulan berputar pada rotasi yang paripurna. Bintang-bintang dalam jumlah yang tak terhitung juga bertawaf dengan sempurna. Siklus kehidupaan dimuka bumi amatlah mencengangkan. Tumbuh-tumbuhan bergerak mengikuti musim. Sumber mata air memancar dari celah-celah tanah dan batu. Binatang ternak berkembang biak dengan populasi seimbang.
Tuhan menciptakan sebuah rumah amat besar yang bernama bumi. Tanah yang asalnya mati digerakkan Tuhan menjadi subur. Hujan turun teratur. Biji-bijian lalu tumbuh dengan amat melimpah. Menjadi bahan makanan. Segalanya telah dipersiapkan Tuhan. Bumi adalah tempat tinggal yang lengkap ; ada tanah ada air. Ada udara ada api. Ada daratan ada lautan.
Langit dan bumi diciptakan Tuhan dalam masa 6 hari. Kemudian Tuhan beranjak menuju Arsy. Tuhan akan berbuat dan menyaksikan episode-episode berikutnya. Setelah sempurna penciptaan langit, bumi dan segala isinya, maka Tuhan menciptakan makhluk baru yang bernama manusia. 

Spesies Adam

Tuhan mengumpulkan para malaikat. Disampaikan tentang berita besar penciptaan manusia pertama. Adam namanya. Adam adalah spesies makhluk baru yang diciptakan Tuhan dari turab, dari tanah liat. Berbeda dari makhluk sebelumnya ; malaikat diciptakan dari cahaya, dan iblis diciptakan dari api. Tuhan telah menunjuk Adam sebagai pemakmur di muka bumi. Adam dibekali ilmu pengetahuan oleh Tuhan. Persoalan muncul. Para malaikat meragukan kapabilitas Adam sebagai khalifah. Prasangka malaikat kepada spesies baru ini ; bumi akan dilanda kerusakan dan pertumpahan darah. Sementara para malaikat telah membuktikan diri sebagai makhluk paling taat dan tunduk atas perintah-perintah Tuhan. Para malaikat bertasbih tiada henti. Mereka mensucikan Tuhan siang dan malam. Tanpa jeda. Kemudian Tuhan mempertontonkan kualitas Adam di hadapan para malaikat. Adam dengan spesifikasi tanah liat ini ternyata memiliki keunggulan yang menakjubkan ; yakni kecepatannya mengakses ilmu pengetahuan dari Tuhan. Adam menguasai amat banyak ilmu pengetahuan dimana para malaikat belum memilikinya, hanya dalam tempo sesaat.
Prasangka para malaikat tentang Adam mulai mencair. Lalu Tuhan meminta kepada para malaikat untuk memberikan penghormatan yang layak kepada Adam. Para malaikat bersujud di depan Adam karena perintah Tuhan. Para malaikat mengakui kualitas Adam ; spesies baru yang tercipta dari turab. Para malaikat sadar dengan sesungguhnya bahwa Adam adalah pemakmur bumi yang telah ditunjuk Tuhan. Para malaikat bertasbih. Para malaikat bershaf-shaf memuji Tuhan tentang penciptaan Adam.
Selesai dengan prasangka para malaikat, kini giliran iblis yang mrotes langsung kepada Tuhan. Iblis enggan. Iblis tidak mau mengakui kualitas Adam. Iblis bersikukuh bahwa ia lebih baik dari Adam. Iblis lebih layak dari Adam. “Aku tercipta dari api, sedang Adam cuma dari tanah!”  Iblis mberontak dari barisan para malaikat. Iblis tidak memberikan penghormatan kepada Adam. Iblis menolak terhadap kenyataan Adam yang cerdas. Iblis tidak terima dengan kejeniusan Adam. Kualitas keilmuan Adam yang diakui para malaikat, sama sekali tidak berarti di hadapan iblis. Enggan dan takabur ; sikap inilah yang diperlihatkan iblis secara terbuka di majelis mulia para malaikat. Dan Tuhan sebagai Hakim tunggal meyaksikan langsung adegan demi adegan ini. Spesies Adam dihormati para malaikat, tapi sekaligus diingkari oleh iblis. Di hadapan para malaikat Adam dimuliakan, di depan iblis Adam diremehkan. Spesies Adam paradoxal ; diterima dan sekaligus ditolak secara bersamaan.

Iblis versus Adam

Sebab kelancangan iblis, lalu Tuhan memberikan kaid. Iblis diusir dari surga sebab takabur dan Tuhan menegaskan dihadapan para malaikat dan adam bahwa iblis adalah embrio kecil. Iblis tak layak bersikap sombong. Apalagi di hadapan Tuhan. Mengetahui keputusan ini, iblis interupsi, “Tuhan, beri aku waktu sampai hari kebangkitan, aku bersumpah atas asma-Mu yang Agung, aku akan belokkan Adam dan seluruh keturunannya dari jalan-Mu, aku akan kepung mereka dari depan dan belakang, dari sebelah kanan dan kiri, sehingga Engkau dapatkan kebanyakan dari mereka tidaklah bersyukur.” Tuhan menjawab, “Engkau aku beri waktu dan siapapun yang  mengikutimu akan kumasukkan ke neraka seluruhnya.”

Tuhan berkata, “Wahai Adam, tinggallah engkau bersama pasanganmu di  surga. Makanlah apa yang kau kehendaki dan jangan engkau dekati pohon ini hingga kau menjadi orang zalim.” Tersebutlah iblis ; merancang tipu daya untuk menjatuhkan Adam dan Hawa. “Tuhan melarang mendekati pohon ini agar engkau tidak menjadi malaikat dan engkau bisa hidup abadi di surga. Aku bersumpah atas nama Tuhan, aku mengajak kalian kepada jalan kebaikan.” Melalui tipu daya ini, dengan provokasi meyakinkan Adam dan Hawa benar-benar memakan buah dari pohon itu. Maka tersingkaplah kedua aurat mereka. Adam bersama Hawa menutupinya dengan daun-daun surga. Kemudian Tuhan berkata, “Bukankah aku telah melarang kalian berdua untuk mendekati pohon itu dan iblis adalah musuh yang nyata bagi kalian.”

Adam dan Hawa baru menyadari bahwa iblis telah membisikkan pikiran jahat kepada keduanya. Adam dan Hawa insaf. “Ya Tuhan, kami telah menganiaya diri kami sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami pastilah kami termasuk orang-orang yang merugi.” Tuhan berkata, “Turunlah kamu sekalian, sebagian kamu menjadi musuh bagi sebagian yang lain. Dan kamu mempunyai tempat kesenangan dimuka bumi sampai waktu yang telah ditentukan.” Tuhan berkata, “Di bumi itu kalian hidup dan di itu kalian mati dan dari bumi itu pula kalian akan dibangkitkan.”

Benteng Tuhan untuk Adam


Sabtu, 11 Desember 2010

Bergabung dengan Energi Alam Semesta

.....Bisa engkau bayangkan ; apa jadinya bila Tuhan tidak menciptakan orang-orang miskin? Ketika engkau merasa lapar, tentu saja engkau membutuhkan sepiring nasi untuk makan. Saat ini, engkau bisa makan nasi kapan saja. Padahal engkau tak pernah menabur benih untuk makan. Engkau tak pernah bersusah payah datang ke sawah. Engkau tak pernah tahu bagaimana hujan yang turun deras bisa saja memusnahkan padi yang siap panen. Saat ini, engkau ditakdirkan menjadi seorang kaya oleh Tuhan. Engkau tak pernah menanam, tapi engkau yang mengenyam. Engkau tak pernah menabur, tapi engkau yang menuai. Engkau tak mengenal panas dan hujan, tapi engkau yang menikmati..
WPBisnisOnline